Kamis, 12 Oktober 2017

Abdul Qahhar Mudzakkar Dari Patriot Hingga PemberontakAbdul Qahhar Mudzakkar Dari Patriot Hingga Pemberontak

 by : Anhar Gonggong


Kahar Muzakkar dalam sambul buku “Abdul Qahhar Mudzakkar Dari Patriot Hingga Pemberontak” karya Anhar Gonggong.
Salah satu figure Kharismatik di Sulawesi Selatan ini luput dari perhatian pemerintah bahkan nama JALAN dengan nama beliau tidak pernah ditemukan. Kalau Kita Mendengar nama Kahar Muzakkar tentunya orang akan teringat dengan pemberontakan Darul Islam/Tentara Islam Indonesia (DI/TII) di era tahun 50 an di wilayah Sulawesi. Nama tersebut begitu melekat dalam ingatan orang tua kita. Banyak kisah telah ditulis mengenai sang overste (Letkol Kahar) baik mengenai kepatriotan hingga pembangkangannya yang berujung kepada pemberontakannya terhadap pemerintah Soekarno kala itu.
Siapakah Kahar Muzakkar?
Abdul Kahar Muzakkar (ada pula yang menuliskannya dengan nama Abdul Kahar Mudzakkar) ;
- lahir di Lanipa, Kabupaten Luwu,Sulawesi, Indonesia , 24 Maret 1921
- meninggal di Sulawesi Selatan, Indonesia, 3 Februari 1965 pada umur 43 tahun;
- nama kecilnya Ladomeng),
- Ayahnya bernama Malinrang.
Semasa kecil Kahar sangat gemar bermain perang-perangan dan dikenal pandai bermain domino, karena itu ia dijuluki dengan sebutan “La Domeng” dari bahasa Bugis yang artinya: tukang main domino.
Setelah tamat sekolah rakyat pada 1938, Kahar dikirim orang tuanya melanjutkan sekolah ke Solo dan masuk Sekolah Kweekschool (Mualimin) Muhammadiyah.
Namun, Kahar tak berhasil menamatkan sekolahnya di Solo. Setelah memperistri Siti Walinah, seorang gadis Solo, ia kembali ke kampung halamannya pada tahun 1941.
Di Luwu, Kahar sempat bekerja di sebuah instansi Jepang, Nippon Dahopo. Tapi, sikap anti feodalisme dan anti penjajahan Kahar terlalu kental. Akibatnya, ia tak hanya dibenci Jepang, Kahar pun tak disukai Kerajaan Luwu. Kahar memberontak terhadap kepala-kepala adat setempat, alasannya karena dia membenci sistem feodal yang berlaku di Sulawesi Selatan.
Kahar difitnah. Ia dituduh mencuri. Kerajaan pun menghukumnya dengan hukum adat dimana hukuman yang diterimanya terhitung sangat berat, yakni diganjar vonis ri paoppangi tana, yaitu hukuman yang mengharuskannya keluar dari tanah kelahirannya di Luwu.
Maka, untuk kedua kalinya, pada Mei 1943, Kahar meninggalkan kampung halamannya, balik ke Solo.
Di kota ini, dia mendirikan toko Usaha Semangat Muda. Beberapa lama, Kahar kemudian menceraikan Siti Walinah, lalu mempersunting noni Belanda bernama Corry van Stenus yang berasal dari keluarga yang cukup terkemuka. Ayahnya seorang indo-Belanda, Adnan Bernard van Stenus. Sedangkan ibunya, Supinah, berasal dari Solo.
Diceritakan Kahar beberapa kali menikah dan secara keseluruhan, tercatat memiliki sembilan istri, dan 15 anak.
Setelah proklamasi 17 Agustus 1945, ia memutuskan hijrah ke Jakarta. Di Ibu Kota, Kahar mendirikan Gerakan Pemuda Indonesia Sulawesi, yang kemudian menjadi Kebaktian Rakjat Indonesia Sulawesi.
Di Jakarta pula Kahar membuktikan keberaniannya. Pada rapat raksasa di Ikada, 19 September 1945, ia ikut mengawal Soekarno. Kabarnya, Presiden Sukarno tidak merasa tenang jika tidak ada Kahar Muzakkar.
Pada rapat raksasa di Ikada, 19 September 1945, pria ini ikut mengawal Soekarno. Ketika Bung Karno dan Bung Hatta didesak untuk berpidato, tidak banyak orang yang berani berdiri di depan mobil.
Tapi, Kahar termasuk segelintir pemuda yang nekat melepaskan dua tokoh itu dari kepungan bayonet tentara Jepang. Dengan berani, Kahar mendesak mundur bayonet-bayonet pasukan Jepang yang saat itu sudah mengepung kedua proklamator itu dengan mengacungkan golok.
Aksi patriot Kahar muda juga dilakukan, pada Desember 1945. Dia membebaskan 800 tahanan di Nusakambangan, dan membentuknya menjadi laskar andalan di bawah Badan Penyelidik Khusus, badan intelijen di bawah pimpinan Kolonel Zulkifli Lubis.
Kahar juga mengikuti berbagai pertempuran penting untuk mempertahankan kemerdekaan. Tak mengherankan, karier Kahar di Angkatan Perang Republik Indonesia (APRI) makin menanjak.
Dalam serangan umum 1 Maret 1946, Kahar bersama laskarnya berdiri paling depan mereka mampu menguasai Yogyakarta selama enam jam, sayangnya distorsi sejarah justru mengangung-agungkan Soeharto.
Kahar, akhirnya dipercaya menjadi Komandan Persiapan Tentara Republik Indonesia-Sulawesi. Ia pun menjadi orang Bugis-Makassar pertama yang berpangkat letnan kolonel (letkol).
Pada 1952, setelah berhasil menumpas pemberontakan Andi Aziz di Sulawesi Selatan, Kahar menuntut agar Kesatoean Gerilya Sulawesi Selatan (KGSS) menjadi formasi resimennya.
Lalu Mengapa Kahar Muzakkar Disebut “PEMBERONTAK” ?
Ia menghendaki pasukannya yang terdiri dari 10 batalyon itu dimasukkan ke dalam APRI kemudian menjadi Brigade Hasanuddin di bawah pimpinannya.
Kolonel AE Kawilarang, Panglima Wirabuana saat itu menolak mentah-mentah. Hal ini membuat Kahar sangat kecewa dan kemudian ia meletakkan pangkat Letkolnya di depan Kawilarang. Sejarawan UI Anhar Gonggong, mengatakan bahwa hal tersebut membuat Kahar merasa gagal mengembalikan harga dirinya sebagai orang Bugis-Makassar.
Ia tidak menyetujui kebijaksanaan pemerintahan Presiden Soekarno pada masanya Yang Berkeinginan Membangun Pemerintahan Ideologi NASAKOM (Nasional, Agama dan Komunis ), sehingga balik menentang pemerintah pusat dengan mengangkat senjata.
Ia dinyatakan pemerintah pusat sebagai pembangkang dan pemberontak.
Menurut Anhar, Kahar berikut KGSS lalu memutuskan bergabung dengan gerakan DI/TII Kartosoewirjo pada 20 Agustus 1952.
Pada 7 Agustus 1953, Kahar memproklamirkan Sulawesi Selatan menjadi bagian dari Negara Islam Indonesia (NII). Kahar sendiri diangkat menjadi Panglima Divisi IV TII.
“Pada awal kemerdekaan 1945 hingga1950 Kahar adalah patriot pembela bangsa. Namun setelah tahun 1952 dia menjadi pemberontak. Memang ada jasa Kahar untuk bangsa ini. Namun itu semua terhapus karena pemberontakannya terhadap negara Republik Indonesia, ” kata Anhar Gonggong.
Tetapi, Kahar sendiri tidak selamanya setuju dengan paham Kartosoewirjo yang menginginkan Indonesia menjadi negara kesatuan di bawah payung Islam. Ia cenderung menginginkan Indonesia sebagai negara federal sehingga asas Islam tak perlu diterapkan di seluruh wilayah negara.
Anti klimaksnya Kahar memecahkan diri dari Kartosoewirjo dan mendirikan Republik Persatuan Islam Indonesia (RPII) di Sulawesi Selatan. Sebagai pemimpin RPII, Kahar bersumpah untuk bertindak tegas, radikal, dan revolusioner. Kahar memiliki konsep negara yang berbentuk federal Islam yang mengusung sistem pemerintahan demokrasi sejati.
Dalam pandangannya, pemerintahan tersebut berbentuk presidensial dengan presiden sebagai kepala Negara dibantu oleh menteri-menteri yang dipilih langsung oleh rakyat.
Selama di hutan melakukan perlawanan Kahar banyak mengislamkan masyarakat di sekitar pegunungan Latimojong yang saat itu masih banyak belum mengenal Islam. Satu sisi lagi bahwa selama di hutan Kahar mewajibkan semua penduduk untuk bisa membaca latin dan Arab.
Perjuangan Kahar berakhir dalam operasi Tumpas TNI. Kahar tewas 3 Februari 1965, ditembak mati oleh, Anggota Batalyon Kujang 330/Siliwangi, di tepi Sungai Lasalo, Sulawesi Tenggara.
Ada banyak cerita tentang informasi meninggalnya beliau, bahkan salah satu saksi kunci Jend. Yusuf bungkam tentang info tersebut.
Salah satu Gerilyawan Bung Kahar yang tidak mau disebut identitasnya berkata selama di hutan yang juga beberapa kali menjadi juru masak beliau saya tidak pernah melihat ada wajah ketakutan pada beliau.
Bahkan Ketika Saya Bertanya Apa memang waktu penyergapan di hutan Lasolo Kahar Sudah Meninggal sama pasukannya?
Beliau hanya tersenyum lalu berkata “Siapa yang bilang itu yang kau tanya nak”
Bahkan saya tanya ” Nek menurut info bahwa pada saat akan ada penyergapan kita ada didalam hutan bersama beliau?
Masih dengan senyum yang sama hanya berkata “hehehe masaina sisolatapi taena deng na palonana toi sanjata nakua mannasu bammiki appaiyyate tannia perang, akenna dengna jioto sola Kahar wattu iyato nah mate dukamo kapang.. Pesanku Nak Magguru maballoko dengsia mangkatu na caritangko to pabarani na tau luwu tu carita tonganna”
(Saya lama di hutan sama namun beliau melarang saya angkat senjata hanya menyuruh jadi juru masak karena menurut beliau ini bukan perang, jika saya ada di hutan bersama Pak Kahar waktu itu mungkin saya juga sudah mati, Pesanku Nak rajinlah belajar suatu saat nanti akan ada org Cendekianya/Pemberaninya Luwu yang akan bercerita tentang kebenarannya)
Saya jadi bingung tapi sudahlah biarlah ini menjadi cerita tersendiri bagi orang Sulawesi. Kematian Kahar Muzakkar pun menimbulkan kontroversi selama puluhan tahun, karena kematiannya menjadi misteri. Namun bukti kecintaan rakyat Sulsel terhadap Kahar dan keluarganya tak terbantahkan. Buktinya adalah anak-anaknya sekarang menjadi seorang pemimpin daerah dan wakil rakyat terhormat.
Anaknya Abdul Aziz Kahar merupakan anggota DPD RI dua periode, anaknya yang lain Andi Mudzakkar merupakan Bupati Luwu, sedangkan Buhari Kahar Mudzakkar merupakan anggota DPR Sulsel. Kahar salah satu lelaki dari Bumi Sawerigading yang meneruskan tradisi to barani, tradisi pemberani yang dititipkan untuk republik ini. Tradisi yang membakar semangat perjuangan Sultan Hasanuddin.
Dan seperti Bung Tomo patriot bangsa yang dilupakan pemerintah, Kahar Mudzakkar pantas mendapat satu tempat terpuji di hati bangsa ini, dia tetap patriot sekaligus Pahlawan bagi warga diSulawesi Selatan.
Note : “Ketika Anak Bangsa Tidak Tahu Menghargai Perjuangan Maka Disaat Itulah Sesama Anak Bangsa Akan Angkat Senjata”
“Mungkin Bung Kahar Adalah Korban Politik Karena Menurut Saya Politik Hanya Mengenal Kawan Jika Hal Itu Menguntungkan Para Bigg bosss”. [editor: Gamd]

Sumber : Dialog Beberapa Pelaku sejarah Yang Tidak Mau Dipublish nama-namnya sindonews.com id. wikipedia.orgmakassartoday.comSumber : http://www.luwu-raya.com/…/bung-kahar-muzakkar-pahlawan-yan…

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Abdul Qahhar Mudzakkar Dari Patriot Hingga PemberontakAbdul Qahhar Mudzakkar Dari Patriot Hingga Pemberontak

 by : Anhar Gonggong Kahar Muzakkar dalam sambul buku “Abdul Qahhar Mudzakkar Dari Patriot Hingga Pemberontak” karya Anhar Gonggong. ...